CINTA TAK HARUS MEMILIKI 3

Bookmark and Share
Tak terasa perjalanan panjang telah terlewati, ia telah sampai di stasiun Permadani kota Sejati. Namun belum sampai hanya di sini, masih panjang perjalanan untuk ditempuhinya lagi, ia harus menyambungnya dengan naik beberapa angkot dan dilanjut dengan naik ojek atau becak.

Hari mulai beranjak dewasa, bersama mentari yang berada tepat di atas ubun-ubunnya ia beristirahat di sebuah masjid besar yang ramai di kunjungi orang, baik untuk beristirahat maupun untuk beribadah.

“Mas Firman,.. sedang apa disini, mas?”
Dengan lembut terdengar suara seorang wanita yang menjadikannya begitu kaget dan terkejut melihat wanita cantik berjilbab itu.

“Ani,.. alhamdulillah ya Allah,.. Ani, akhirnya ku bertemu denganmu juga,.. mas sengaja datang kesini untuk menemuimu, Dinda”. Tanpa basa-basi.
“Tidakkah kau telah menerima surat itu, mas?”
“Surat yang mana, Dinda?”
“Surat terakhir yang telah kau terima!”
“Memangnya apa isi surat itu?”

“Entahlah, yang jelas kita tidak bisa tuk bersatu lagi, memadu kasih beribu sayang”
Matanya berkaca, lalu sedikit merundukkan kepalanya.
“Apa? Sadarkah apa yang kau ucap, Dinda?” Dahinya mengkerut mengikuti ekspresinya yang sangat terkejut mendengar apa yang telah diungkapkan oleh Ani.
“Lihatlah lelaki di mobil itu, dia adalah pilihan orangtuaku untuk meminangku” sambil menunjuk ke depan.
“Aku tahu bahwa orangtuamu tidak merestui hubungan kita, tapi dimana cinta sejatimu? Apakah benar dia yang akan membawa hatimu hingga sampai ke pelaminan, Dinda? Jangan kau bohongi dirimu sendiri akan perasaanmu,..”
Keduanya menangis haru, dengan mengusap airmatanya Ani meninggalkan Firman dan lari menghampiri suaminya.

“Dinda, benarkah semua ini?” Jeritannya sempat mengagetkan suasana pada saat itu, semua mata seolah memandangnya dengan sinis, tidak ada yang memperdulikannya.

Teringat surat yang pagi tadi ia terima sebelum berangkat ia langsung membuka dan membacanya dengan wajah yang lesu, di dalamnya terdapat sebuah undangan pernikahan dari Ani dengan calon suaminya.

“Maafkan jika kuciptakan luka di hatimu, semua bukan niatku. Biarlah semua jadi penghalang cinta kita, ini adalah ujian bagimu, bagi kita, mengapa kau tak bersabar? Kuharap apapun yang terjadi kau dapat menerimanya dengan lapang.
Harusnya kau tahu, di dalam hati ini ku jua merasa sakit yang begitu mendalam, mungkin lebih sakit dari yang kau rasakan. Hati ini hancur beribu keping, dan tak dapat terkumpul lagi. Jangan kecewakan aku dengan cintaku, kau pasti bisa menjalani semua ini.
Hadirlah di pernikahanku, dengan segenap senyum tuk membahagiakanku. Kan kutulis sebuah cerita yang panjang tentng cinta kita, cinta yang terluka. -Dindamu, Ani-

Memang benar-benar pilu, airmata kepedihan itu memang benar ada dan singgah di hati keduanya.

Firman makin banyak melamun, hari-harinya kosong, ia tinggal di sebuah wisma di kawasan itu, kan menunggu pesta pernikaha yang kan menyayat hatinya.

“Bertahun lamanya kutanam bunga, tapi mekar di taman orang. Bertahun lamanya bunga kupuja, mekarnya dipetik orang”.

Disaat itu Firman sangat terpukul, dengan ratapan nasib yang menghujam hati dan cintanya. Ia menanti dan menungu hari itu hingga datang di depan matanya yang semakin nanar.

Pengantin berjejer di pelaminan setelah penghulu menikahkan keduanya. Duduk di salah satu kursi yang khusus disediakan untuk para undangan, Firman menatapnya dari jauh, perlahan airmata tak terbendung, berlinang di kedua pipinya.
“Cinta, benarkah itu kau?” sedikit mengusap airmatanya. Lalu terperanjak  dari duduknya dan berjalan menuju pengantin yang di pelaminan itu. Ia memberikan selamat kepada keduanya.
“Dinda, berbahagialah,… aku tak mau melihatmu sengsara”. Ani hanya tersenyum menahan airmatanya. Firman hanya bisa pasrah. Dia berbisik:
“Kutitipkan kepadamu, kawan. Bahagiakanlah dia, dialah yang paling kusayang”
“Selamanya cinta kan bersemi di hati. Maafkan jika pada akhirnya ada yang terluka karena hadirku. Percayalah ia ka bahagia bersamaku”
“ya, kupercayakan ia kepadamu”

Keduanya lalu berpelukan mengenang hangatnya persahabatan. Tak ada dendam sedikitpun diantara mereka.

“Bersabarlah,.. belajarlah menerima kenyataan. Dari itu baru kau tau apa sebenarnya makna cinta sejati. Kupercaya hatimu kan agung menerimanya” Lelaki itu memberi nasihat dan semangat kepada mereka, Firman dan Ani yang cintanya terpisahkan karena hadirnya.

Dengan semangat baru, mereka menjalani kehidupannya masing-masing dan telah menerima kenyataan yang sebenarnya bahwa cinta tak harus memiliki. Cinta sejati kan tetap abadi meski harus ditepis dengan luka yang begitu mendalam, meski mereka tak dapat bersatu.

The End

{ 2 komentar... Views All / Send Comment! }

cowoknetral mengatakan...

Seep, se7 mas brow mungkin apa yg kau tuliskan juga prwakilan hati ini..

butterfly mengatakan...

Halo Admin http://inspirasibhibin.blogspot.com

Kami dari Vemale.com, situs wanita grup dari KapanLagi.com.
Apakah kita bisa kerjasama untuk bertukar link?

Anda bisa menampilkan link Vemale.com di http://inspirasibhibin.blogspot.com
Untuk posisi link-nya, kami berharap link dari Vemale.com diletakkan di sidebar kanan.
Dan kami akan menampilkan link http://inspirasibhibin.blogspot.com di halaman Vemale.com: http://www.vemale.com/inspiring/lentera/, sesuai dengan kategori kisah nyata/kisah inspirasi.

Jika berkenan silahkan menghubungi kami via email di humas@kapanlagi.net dengan menyertakan email ini.

Terima kasih atas kerjasamanya :)
Salam,

-- Humas Vemale.com
Ari Rahmawati

Posting Komentar